Makalah Penyalahgunaan Narkoba Ditinjau Dari Aspek Agama



                                             KATA PENGANTAR



Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat taufiq dan hidayah-Nya lah penulisan makalah ini dapat diselesaikan.

Kami selaku penulis sadar bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan selanjutnya.

Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya pembuatan makalah ini terutama kepada bapak Asep selaku pembimbing kami.

Terlepas dari semua kekurangan penulisan makalah ini, baik dalam susunan dan penulisannya yang salah, penulis memohon maaf dan berharap semoga penulisan makalah ini bermanfaat khususnya kepada kami selaku penulis dan umumnya kepada pembaca.

Akhirnya, semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada siapa saja yang mencintai pendidikan. Amin Ya Robbal Alamin.











Karawang,11 September 2016









































Penyusun


    Makalah Penyalahgunaan Narkoba Ditinjau Dari Aspek Agama

                                                         BAB I


PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang

Narkoba atau narkotika dalam konteks hukum Islam adalah termasuk masalah ‘ijtihadi’ karena narkoba tidak disebutkan secara langsung di dalam Al Quran dan Sunnah, serta tidak di kenal pada masa Rasulullah SAW.Ketika itu yang ada di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas peminum khamr.Khamr adalah hal-hal yang memabukan. Islam sangat menganjurkan untuk menjaga kesehatan tubuh, agar selalu dapat memenuhi segala kewajibannya dalam melaksanakan perintah Allah Swt yang telah diatur dalam syari’at Islam.

Menjaga kesehatan tubuh merupakan faktor yang utama untuk dapat memelihara kesehatan akal pikiran, karena dalam tubuh yang sehat terdapat akal pikiran yang sehat. Menurut Imam Ghazali, dalam kitabnya Al-Mustashfa fi Ilmi al-Ushul, disebutkan dengan tegas bahwa, tujuan adanya perintah dan larangan dalam sumber utama hukum Islam Al Qur’an dan Hadits dikelompokkan menjadi lima pokok, yaitu untuk memelihara agama (hifdzuddin), memelihara jiwa manusia (hifdzunnas), memelihara akal atau kehormatan (hidzul aqli), memelihara keturunan (hifdzunnasal) dan untuk memelihara harta (hifdzumaal). Oleh karena itu Islam sangat mengharamkan narkotika tersebut, karena semu hal yang buruk yang akan membahayakan jasmani dan rohani mereka dan merusak kepribadian serta kehidupan mereka bahkan mengancam keselamatan jiwa mereka.













B.     Rumusan Masalah

1.   Apa yang dimaksud dengan narkoba?

2.   Apa yang dimaksud dengan agama?

3.   Bagaimana narkoba ditinjau  dari aspek agama?



C.     Tujuan

1.      Memahami narkoba

2.      memahami agama

3.      Memahami tinjauan aspek agama terhadap narkoba





































































       BAB II

PEMBAHASAN



A.    Definisi Narkoba

Secara etimologis istilah narkotika berasal dari kata marke (Bahasa Yunani) yang berarti terbius sehingga menjadi patirasa atau tidak merasakan apa-apa lagi. Yang dimaksud dengan narcotic adalah a drug that dulls the sense, relieves pain, induces sleep, and can produce addiction in varying degrees.

Yang dimaksud dengan narkotika menurut undang-undang ini adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman  atau bukan dari tanaman, baik sintetis maupum maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan keputusan Menteri Kesehatan.

B.  Definisi Agama

a.       merupakan jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia untuk mewujudkan kehidupan yang aman, tentram dan sejahtera;

b.     bahwa jalan hidup tersebut berupa aturan, nilai atau norma yang mengatur kehidupan manusia yang dianggap sebagai kekuatan mutlak, gaib dan suci yang harus diikuti dan ditaati.

c.      aturan tersebut ada, tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh dan berkembangnya kehidupan manusia, masyarakat dan budaya.



C. Narkoba Ditinjau Dari aspek Agama

Di dalam agama Islam, terdapat beberapa ayat al-Qur’an dan hadits yang melarang manusia untuk mengkonsumsi minuman keras dan hal-hal yang memabukkan. Di era Rasulullah, zat berbahaya yang paling populer memang baru minuman keras (khamar). Kemudian pada zaman modern seperti sekarang ini, Narkoba juga dapat dianalogikan sebagai hal-hal yang memabukkan.

1.      Dalil Pengharaman Narkoba

Para ulama sepakat haramnya mengkonsumsi narkoba ketika bukan dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204).

Dalil-dalil yang mendukung haramnya narkoba:

Pertama: Allah Ta’ala berfirman,

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (QS. Al A’rof: 157). Setiap yang khobits terlarang dengan ayat ini. Di antara makna khobits adalah yang memberikan efek negatif.

Kedua: Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (QS. Al Baqarah: 195).

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An Nisa’: 29).

Dua ayat di atas menunjukkan akan haramnya merusak diri sendiri atau membinasakan diri sendiri. Yang namanya narkoba sudah pasti merusak badan dan akal seseorang. Sehingga dari ayat inilah kita dapat menyatakan bahwa narkoba itu haram.

Ketiga: Dari Ummu Salamah, ia berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفَتِّرٍ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if). Jika khomr itu haram, maka demikian pula dengan mufattir atau narkoba.

Keempat: Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ في نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى فِيهَا خَالِدًا مُخَلَّدًا فيهَا اَبَدًا, وَ مَنْ تَحَسَّى سُمَّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَسُمَّهُ في يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فيهَا أَبَدًا, و مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيْدَةٍ فَحَدِيْدَتُهُ فِي يَدِهِ يَتَوَجَّأُ في بَطْنِهِ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيْهَا أَبَدًا

Barangsiapa yang sengaja menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati, maka dia di neraka Jahannam dalam keadaan menjatuhkan diri di (gunung dalam) neraka itu, kekal selama lamanya. Barangsiapa yang sengaja menenggak racun hingga mati maka racun itu tetap ditangannya dan dia menenggaknya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama lamanya. Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu akan ada ditangannya dan dia tusukkan ke perutnya di neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama lamanya” (HR Bukhari no. 5778 dan Muslim no. 109).

Hadits ini menunjukkan akan ancaman yang amat keras bagi orang yang menyebabkan dirinya sendiri binasa. Mengkonsumsi narkoba tentu menjadi sebab yang bisa mengantarkan pada kebinasaan karena narkoba hampir sama halnya dengan racun. Sehingga hadits ini pun bisa menjadi dalil haramnya narkoba.

Kelima: Dari Ibnu ‘Abbas, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ

Tidak boleh memberikan dampak bahaya, tidak boleh memberikan dampak bahaya” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3: 77, Al Baihaqi 6: 69, Al Hakim 2: 66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih). Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudhorot pada orang lain dan narkoba termasuk dalam larangan ini.

2.     Hukum bagi Pecandu Narkoba

Jika jelas narkoba itu diharamkan, para ulama kemudian berselisih dalam tiga masalah:

(1) bolehkah mengkonsumsi narkoba dalam keadaan sedikit,

(2) apakah narkoba itu najis, dan

(3) apa hukuman bagi orang yang mengkonsumsi narkoba.

Menurut –jumhur- mayoritas ulama, narkoba itu suci (bukan termasuk najis), boleh dikonsumsi dalam jumlah sedikit karena dampak muskir (memabukkan) yang ditimbulkan oleh narkoba berbeda dengan yang ditimbulkan oleh narkoba. Bagi yang mengkonsumsi narkoba dalam jumlah banyak, maka dikenai hukuman ta’zir (tidak ditentukan hukumannya), bukan dikenai had (sudah ada ketentuannya seperti hukuman pada pezina). Kita dapat melihat hal tersebut dalam penjelasan para ulama madzhab berikut:

Dari ulama Hanafiyah, Ibnu ‘Abidin berkata, “Al banj (obat bius) dan semacamnya dari benda padat diharamkan jika dimaksudkan untuk mabuk-mabukkan dan itu ketika dikonsumsi banyak. Dan beda halnya jika dikonsumsi sedikit seperti untuk pengobatan”.

Dari ulama Malikiyah, Ibnu Farhun berkata, “Adapun narkoba (ganja), maka hendaklah yang mengkonsumsinya dikenai hukuman sesuai dengan keputusan hakim karena narkoba jelas menutupi akal”. ‘Alisy –salah seorang ulama Malikiyah- berkata, “Had itu hanya berlaku pada orang yang mengkonsumsi minuman yang memabukkan. Adapun untuk benda padat (seperti narkoba) yang merusak akal –namun jika masih sedikit tidak sampai merusak akal-, maka orang yang mengkonsumsinya pantas diberi hukuman. Namun narkoba itu sendiri suci, beda halnya dengan minuman yang memabukkan”.

Dari ulama Syafi’iyah, Ar Romli berkata, “Selain dari minuman yang memabukkan yang juga diharamkan yaitu benda padat seperti obat bius (al banj), opium, dan beberapa jenis za’faron dan jawroh, juga ganja (hasyisy), maka tidak ada hukuman had (yang memiliki ketentuan dalam syari’at) walau benda tersebut dicairkan. Karena benda ini tidak membuat mabuk (seperti pada minuman keras, pen)”. Begitu pula Abu Robi’ Sulaiman bin Muhammad bin ‘Umar –yang terkenal dengan Al Bajiromi- berkata, “Orang yang mengkonsumsi obat bius dan ganja tidak dikenai hukuman had berbeda halnya dengan peminum miras. Karena dampak mabuk pada narkoba tidak seperti miras. Dan tidak mengapa jika dikonsumsi sedikit. Pecandu narkoba akan dikenai ta’zir (hukuman yang tidak ada ketentuan pastinya dalam syari’at).”

Sedangkan ulama Hambali yang berbeda dengan jumhur dalam masalah ini. Mereka berpendapat bahwa narkoba itu najis, tidak boleh dikonsumsi walau sedikit, dan pecandunya dikenai hukuman hadd –seperti ketentuan pada peminum miras-. Namun pendapat jumhur yang kami anggap lebih kuat sebagaimana alasan yang telah dikemukakan di atas.

3.      Mengkonsumsi Narkoba dalam Keadaan Darurat

Kadang beberapa jenis obat-obatan yang termasuk dalam napza atau narkoba dibutuhkan bagi orang sakit untuk mengobati luka atau untuk meredam rasa sakit. Ini adalah keadaan darurat. Dan dalam keadaan tersebut masih dibolehkan mengingat kaedah yang sering dikemukakan oleh para ulama,

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Seandainya dibutuhkan untuk mengkonsumsi sebagian narkoba untuk meredam rasa sakit ketika mengamputasi tangan, maka ada dua pendapat di kalangan Syafi’iyah. Yang tepat adalah dibolehkan.”

Al Khotib Asy Syarbini dari kalangan Syafi’iyah berkata, “Boleh menggunakan sejenis napza dalam pengobatan ketika tidak didapati obat lainnya walau nantinya menimbulkan efek memabukkan karena kondisi ini adalah kondisi darurat”


Agama Islam memiliki pertimbangan akan penggunaan narkoba, sepanjang narkoba dipergunakan di jalan benar, maka Islam masih memberikan toleransi. Artinya narkoba dalam hal-hal tertentu boleh dipergunakan, khususnya pada kepentingan medis pada tingkat – tingkat tertentu:

o    Pada tingkat darurat. Yaitu pada aktifitas pembedahan atau operasi besar, yakni operasi pada organ-organ tubuh yang vital seperti hati, jantung, dan lain-lain. Yang apabila dilaksanakan tanpa diadakan pembiusan total, kemungkinan besar si pasien akan mengalami kematian.

o    Pada tingkat kebutuhan atau hajat. Yaitu pada aktifitas pembedahan yang apabila tidak menggunakan pembiusan, pasien akan merasakan sangat kesakitan, tetapi pada akhirnya akan mengganggu jalanya pembedahan. Walaupun tidak sampai pada kekhawatiran matinya si pasien.

o    Tingkatan bukan darurat dan bukan hajat. Yaitu tingkatan pada aktifitas pembedahan ringan yakni pembedahan paada organ tubuh yang apabila tidak dilakukan pembiusan, tidak apa-apa. Seperti pencabutan gigi, kuku, dan sebagainya. Namun pasien akan merasakan kesakitan juga. Setelah melalui proses diskusi dan perdebatan panjang, akhirnya para ulama sampai pada kesepakatan bahwa narkoba adlaah haram, karena pada narkoba terdapat illat (sifat) memabukkan sebagaimana pada khamer, sekalipun mekanisme hukumanya berbeda.





































































BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Secara etimologis istilah narkotika berasal dari kata marke (Bahasa Yunani) yang berarti terbius sehingga menjadi patirasa atau tidak merasakan apa-apa lagi. Yang dimaksud dengan narcotic adalah a drug that dulls the sense, relieves pain, induces sleep, and can produce addiction in varying degrees.

Dikaitkan dengan dalam agama juga ada larangan khamar (memabukan). Agama Islam memiliki pertimbangan akan penggunaan narkoba, sepanjang narkoba dipergunakan di jalan benar, maka Islam masih memberikan toleransi.Dengan demikian narkoba dalam Islam hukumnya haram hal tersebut telah di uraikan dalam pembahasan.Namun Islam memiliki pertimbangan misalnya untuk kepentingan medis pada tingkat tertentu seperti untuk pembedahan atau opersi



B.     Saran

Sebaiknya,perlu penanaman ajaran agama dari dini pada generasi muda agar keimanannya kuat. Jika generasi muda memiliki iman yang kuat maka tidak akan mudah terjerumus pada narkoba.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam

Makalah Revolusi Prancis

LAPORAN OBSERVASI MASYARAKAT KOMPLEK DAN MASYARAKAT DESA